Sejarah Kota Nganjuk

Pada bulan Agustus angin bertiup kencang di Kabupaten Nganjuk. Penulis merasakan kencangnya angin ini saat pindah ke Kertosono, salah satu kecamatan di Nganjuk. Rumah penulis pada saat itu dekat dengan sungai Brantas. Di sungai Brantas didapati tiga jembatan kembar yang terkenal di Kertosono. Salah satu dari tiga jembatan tersebut, yang berada di tengah, merupakan jembatan panjang yang dibangun di masa pemerintahan Hindia Belanda. 

Dari kondisi geografisnya ternyata Nganjuk adalah kota tua yang bersejarah, kota yang sebelumnya merupakan awal peradaban manusia di Indonesia (terutama di pulau jawa). Indikator yang paling mudah ditemui adalah Sungai Brantas. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, sungai Brantas merupakan penghasil peradaban tua. Fosil manusia purba sering ditemukan di sekitar lembah sungai Brantas. Kemuliaan Majapahit juga diciptakan dengan kesuburan lembah sungai Brantas. Jauh sebelum kerajaan Majapahit, di lembah sungai Brantas berdiri Kerajaan Mataram Jawa Timur benar-benar pemerintaha Pu Sindok sampai Airlangga, serta bisa berdiri juga Kerajaan Kadiri. Selain Sungai Brantas, indikator lain yang menunjukkan kota Nganjuk sebagai kota bersejarah adalah temuan objek purbakala. Situs yang sekarang masih utuh (meski mengalami kerusakan) di antaranya adalah Candi Lor, tempat ditemukannya prasasti Anjuk Ladang yang merupakan nama asal Nganjuk, Candi Ngetos, Masjid Al Mubarok Brebek dan tempat-tempat lain yang tersebar di berbagai wilayah di Nganjuk1. Pada masa penjajahan Belanda Nganjuk memasuki wilayah Karesidenan Kediri (tahun 1885). Pada periode ini perubahan di wilayah tersebut terjadi karesidenan. Hal ini disebabkan oleh campur tangan Belanda dalam urusan regulasi wilayah asing Kasultanan Yogyakarta. Hal ini yang pada akhirnya akan menunjukkan Kesepakatan Sepreh. Kesepakatan ini memuat tentang pembagian wilayah kewenangan negara asing. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Nganjuk memasuki wilayah Karesidenan Kediri.Wilayah Nganjuk (sekarang) yang sebelumnya sempat masuk Karesidenan Kediri adalah Nganjuk, Brebek, Kertosono, dan Warungjayeng2. Ada kejadian yang menentukan posisi kota Nganjuk, yaitu perpindahan pusat pemerintahan Brebek ke Nganjuk yang dilakukan oleh Raden Tumenggung. Nganjuk melintasi periode pada periode yang diakronik. Awal dimulainya kemunculan nama Nganjuk itu terkait dengan ditemukannya prasasti Anjukladang yang dikeluarkan oleh raja Pu Sindok. Prasasti ini mengandung penganugerahan sima ke desa Anjukladang yang melakukan layanan kejar serangan dari timur (diperkirakan dari Sriwajaya). Setelah itu dalam periode Kolonial Belanda pergantian kejadian dari pusat pemerintahan Brebek ke Nganjuk terjadi oleh RT. Sosrokoesoemo III. Perpindahan ini membuat Nganjuk menjadi kota pemerintahan. Dalam makalah ini penulis akan mencoba menggambarkan tentang ulang tahun asal kota Nganjuk yang berdasarkan fakta sejarah.

Anjuk ladang
Mati yang melanda Kerajaan Mataram yang sudah tua di Jawa Tengah menjadi salah satu alasan perpindahan pusat Kerajaan Mataram ke Jawa Timur. Raja yang memerintah Kerajaan Mataram di Jawa Timur adalah Pu Sindok. Didasarkan pada basis kosmologis dinasti yang memimpin sebuah kerajaan yang hancur harus diganti dengan dinasti baru. Karena itu kemudian Pu Sindok, yang membangun kerajaan di Jawa Timur, itu dianggap sebagai pelopor dinasti baru, yaitu dinasti Isana4. Ibukota Kerajaan Mataram Jawa Timur yang pertama kali ada di Tamwlang. Nama ini diterima di akhir prasasti Turyyan tahun 929 M. Letak Tamwlang, yang sampai saat ini hanya terpenuhi di Prasasti Turyyan, mungkin di dekat Jombang sekarang, dimana masih ada desa Tembelang5. Di desa Candi Rejo Kecamatan Loceret didapat dari situs Kuil Lor. Di sekitar candi ini ditemukan prasasti Anjukladang. Prasasti Anjukladang yang berangka pada tahun 859 heritages (937 M.) adalah sumber yang ditulis tertua yang berisi toponimi Anjukladang sebagai satuan teritorial yang dikarakterisasi oleh seseorang samgat. Menurut J.G. de Casparis prasasti Anjukladang berisi informasi tentang adanya serangan dari bahasa Melayu (Sumatera) 8.
Pasukan Melayu bergerak sampai dekat Nganjuk9, namun bisa dikejar oleh pasukan raja di bawah komando Pu Sindok yang pada saat itu masih belum menjadi raja. Atas kebaktiannya yang besar melawan kerajaan maka Pu Sindok diangkat ke raja10. Sayangnya prasasti Anjukladang belum dibaca oleh mereka semua. Apa yang didapat dalam transkripsi warisan Brandes tidak membayangkan adanya peperangan, meski juga didapat dengan kata jayastambha, yaitu informasi bahwa di tempat hyang prasada yang dibangun juga jayastambha, itulah pilar kemenangan11. Toponimi desa Anjukladang adalah asal kata Nganjuk yang sekarang. Oleh karena itu maka ditemukannya prasasti Anjukladang yang dipilih untuk dijadikan peringatan Nganjuk. Menurut unsur kalendernya maka tanggal 12 bulan Caitra, Krsnapaksa, HA PO SO, bertepatan dengan tahun masehi: pada tanggal 10 April 937, benar-benar jatuh pada POUND Senin, HARI YANG (SADWARA) FORTRESS (TRIWARA), WUKU SINTA, tanggal 10 April 937. Jadi tanggal yang sesuai dan tepat seperti hari jadi Nganjuk12. Menurut cerita bahwa orang-orang yang masih tinggal di lingkungan lokal penduduk, bahwa tempat desa berdirinya Candi Lor sebelumnya bernama desa Nganjuk, yang berasal dari kata anjuk. Tapi setelah Nganjuk dimanfaatkan untuk nama vernakular yang lebih luas, maka nama desa ini diubah menjadi Security. Keamanan berasal dari kata-kata ketanggungan (Jawa: mertanggung) 13. Istilah ini berisi maksud bahwa nama Nganjuk digunakan sebagai nama vernakular dari desa ini karena digunakan oleh nama vernakular yang lebih luas. Karena itu sudah tidak signifikan lagi (bore atau mertanggung) desa itu sekecil yang disebut Nganjuk. Dari Berbek pindah ke Nganjuk
Usia XV adalah zaman perkembangan kerajaan Islam. Di zaman ini kerajaan klasik Hindu-Buddha mengalami kemunduran, atau bahkan hancur14. Di berbagai wilayah Indonesia (Nusantara) berdiri kerajaan memiliki ciri khas Islam. Di Aceh berdiri Kerajaan Pasai dan Kerajaan Aceh, Kerajaan Demak yang pada akhirnya akan menjadi kelapa muda masa depan Kerajaan Mataram Islam, Kerajaan Makassar, Ternate, Tidore dan sebagainya. Di pulau Jawa berdiri kerajaan tersebut memiliki ciri khas Islam yang mengalami perkembangan pesar itu. Kerajaan ini bernama Mataram (Islam). Didirikan oleh Panembahan Senopati15. Kemuliaan Mataram terjadi saat diperintah oleh Sultan Agung. Tapi saat Sultan Agung meninggal, perjuangan untuk menguasai anak-anaknya, terjadi masalah klasik yang merusak. Mataram mulai mereda, apalagi ditambah dengan campur tangan Belanda kolonial terhadap kerajaan. Interferensi Belanda ini menghasilkan pertikaian kerajaan. Mataram kemudian dibagi menjadi beberapa bagian melalui kesepakatan Gianti (pada hari Kamis, 13 Februari 1755). Wilayah Mataram dibagi menjadi dua yaitu setengah untuk Mangkubumi (Yogyakarta) dan setengahnya untuk Susuhunan Surakarta.
Dalam pembagian wilayah Nganjuk ini termasuk di wilayah luar negeri Susuhunan Surakarta. At that point the name did not use the Nganjuk name but Pace. Kertosono entered the authority territory of Yogyakarta Sultan. There was the unique matter, the two Nganjuk territories above entered two foreign territories. The Pace status and Kertosono were to be on a level with the regency. Was based on Central Java and East Java in 1811 in the Nganjuk territory was gotten four territories that is Berbek, Godean, Nganjuk, and Kertsono. The four territories was under the regional command of different foreign countries. The Berbek area, Godean, and Kertosono was under the Dutch supervision and Kasultanan Yogyakarta whereas the Nganjuk area was the area of foreign countries of Kasunanan Surakarta16. In the last decade the XVII age Javanese kingdoms, Surakarta and Yogyakarta experienced the decline. This was caused because of the intrigue from inside the kingdom and the interference of Hindia Belanda17. On July 4 1830 was agreed to by the Sepreh agreement. Was based on this agreement of Nederlandsch Gouvernement carried out the highest supervision and controlled areas of foreign countries. During 1875 Nganjuk was the territory that had the status of the district (the work territory of the assistant regent) from the Berbek Regency that was the territory of Karesidenan Kediri18. Berbek was appointed as the regency already since 1745 with the first regent Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I. Berbek as the regency city or the central city of the government, still showed traditional elements because still was gotten by the influence of the life of the village. The pattern of his settlement was very simple and was not yet separated between the city and desa19.

Kabupaten Berbek adalah wilayah Residensi bagian utara. Kabupaten Berbek sebelah utara berbatasan dengan Residensi Rembang yang dipisahkan oleh pegunungan Kendeng. Di sebelah utara Kabupaten Berbek dari barat sampai timur dibatasi oleh Sungai Widas yang berasal dari Gunung Wilis dan mengalir ke Sungai Brantas. Kabupaten Berbek sebelah timur berbatasan dengan Residensi Jombang dan Residensi Surabaya yang dipisahkan oleh Sungai Brantas. Berbek sebagai kota kabupaten memiliki letak geografis yang tidak strategis, sehingga dalam pengembangan perencanaan kota dan pemerintah dia pergi dengan lambat20. Lokasi Kabupaten Berbek berada di pedalaman yang jauh dengan jalur transportasi yaitu jalan raya dari Solo ke Surabaya dan jalur kereta api yang pada tahun 1878 hanya dalam proses eksekusi. Kabupaten Berbek berada di selatan ± 7 km dari dua bagian jalan yang melintasi wilayah Nganjuk. Melihat situasi geografis yang terisolasi dan jauh dari jalur transportasi membuat Berbek wilayah yang tidak semuanya menerima informasi dan teknologi. Apalagi kondisi alamnya sangat dipengaruhi oleh serangan angin dari pegunungan Wilis yang sangat ketat, karena wilayah Berbek berada di lereng Gunung Wilis sebelah utara. Dilihat dari struktur tanahnya Kabupaten Berbek adalah tanah batu dengan dua arus Sungai Berbek dan Sungai Kucir. Kedua sungai tersebut tidak bisa digunakan untuk trasnportasi, berbeda dengan Sungai Brantas yang menghasilkan peradaban dan kerajaan besar. Dari pertimbangan inilah pusat pemerintahan Berbek dipindahkan ke Nganjuk. Nganjuk dipilih sebagai pusat pemerintahan karena letaknya yang strategis, yaitu di tengah teritori (Nganjuk sekarang) agar mudah melakukan pengawasan. Secara kosmologis lokasi yang sangat tengah ini adalah lokasi magis dan sakral. Apalagi Nganjuk juga berada di dekat jalur kereta api, jalur lalu lintas Surabaya Solo, dan lebih mudah ditemukan dalam hubungan komunikasi dengan dunia luar21. Boyongan ini dilakukan oleh Raden Tumenggung Sosrokoesoemo III (1878-1901). Sumber yang menyebutkan waktu tempuh itu ada di sumbernya ditulis ke Masjid Agung Baitus Salam Nganjuk.

0 Response to "Sejarah Kota Nganjuk"

Post a Comment